Saya baru saja membaca buku Mona Baker
berjudul “In Other Words: A Coursebook on Translation (2011)”.
Kebetulan buku ini saya jadikan sebagai primary textbook
untuk mata kuliah Translation I yang saya ajarkan kepada mahasiswa
semester 5 program studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas
Muhammadiyah Kendari. Setelah membaca beberapa bab terutama di bab
mengenai penerjemahan secara gramatikal, saya menemukan beberapa fakta,
salah satunya adalah bahwa konstruksi gramatikal antara Bahasa Inggris
dan bahasa Indonesia sungguh sangat berbeda. Contohnya adalah kata “I”
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “saya” dan “aku”.
Pronoun system dalam bahasa Inggris kenyataannya bersifat gramatikal (I go / He goes), sementara dalam bahasa Indonesia pronoun systemnya bersifat leksikal.
I = saya (ada sense of familiarity) // aku (ada sense of non-familiarity)
Jadi penerjemahan kata “I” tergantung pada konteks yang diterjemahkan, apakah ada nuansa kedekatan atau jauh.
This condition may have contributed to the difficulties faced by Indonesian people to construct a well-translated sentence.
Contoh lain:
Behind
~ behind the cloud = DI BALIK awan
~ behind the cloud = DI BALIK awan
~ behind the cupboard = DI BELAKANG lemari
~ She is the next heiress behind her elder sister = dia adalah pewaris selanjutnya SETELAH kakak perempuannya
Saya tertarik mengamati dunia penerjemahan di Indonesia. Awal ketertarikan saya adalah ketika pertama kali membaca novel Harry Potter. Saya terkagum-kagum dengan hasil penerjemahan yang dilakukan oleh Ibu Listiani Srisanti (almh) pada waktu itu, yang menurut saya adalah bukan sesuatu hal yang mudah. Bahasa Inggris-Amerika yang sudah familiar kita ketahui sangat jauh berbeda secara leksikal dan gramatikal bila dibandingkan dengan bahasa Inggris-Inggris. Dari situlah rasa penasaran saya menjadi berkembang, sampai kemudian saya menceburkan diri ke dunia penerjemahan dan ingin lebih memahami lagi mengenai dunia penerjemahan di Indonesia.
Salah satu
permasalahan mengenai penerjemahan di Indonesia yang menarik perhatian
saya adalah proses “ofisialisasi” kata bahasa Inggris menjadi bahasa
Indonesia. Seperti yang kita pahami sebelumnya adalah ada perbedaan
yang cukup mencolok dari leksikal dan gramatikal, dimana gramatikal
adalah suatu system yang tertutup (close system), sementara leksikal
merupakan system yang terbuka (open system). Dengan sikap natural
leksikal tersebut memungkinkan berkembangnya kata atau istilah dari masa
ke masa. Salah satu yang mendapat dampak ekspansi kosakata adalah
teknologi. Teknologi sudah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia.
Alih-alih dengan hanya meminjam istilah asing tersebut menjadi bahasa Indonesia, para linguist di Indonesia memandang perlunya istilah-istilah tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Nah, sekarang permasalahannya adalah…
- Untuk di Indonesia sendiri, siapakah orang-orang (atau lembaga) yang berwenang menentukan proses penerjemahan tersebut? Siapakah orang-orang tersebut? Perorangan atau lembaga?
- Apakah ada semacam consensus atau kesepakatan dari para pihak yang bertanggung jawab untuk menentukan arti dari istilah tersebut?
- Apakah ada semacam cara atau sistematika dalam menerjemahkan istilah asing tersebut? Kalau ada, bagaimana caranya?
Contoh :
online ∼ daring
Kata
“online” merupakan gabungan dua kata “on” dan “line” membentuk compound
noun “online”. Sementara ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
merupakan sebuah akronim “dalam” dan “jaringan”. Kenapa terjadi proses
penerjemahan seperti ini? Atas dasar apa mereka menentukan terjemahan
seperti ini? Apa ada campur tangan dari pakar teknologi informasi?
Okay, more to follow… (to be continued)